Dec 17, 2012

Sekolah menjadi Orang Tua

Banyak dari kita memiliki mimpi yang pasti menjadi orang tua dan harapan tentang anak-anak kita. Sepertinya menjadi orang tua adalah naluriah yang ada di lingkungan dan sosial masyarakat kita. Bahkan ketika dianggap sudah "berumur" namun belum menikah atau memiliki anak pasti akan banyak kalimat tanya yang berputar di telinga. Itulah culture di mana kita tinggal. Mungkin terdengar cukup simple dan biasa. Tapi bagi saya, menjadi orang tua itu pengalaman yang membuat dunia saya "jungkir balik".

Bagi sebagian banyak orang tua, semua proses dari mulai melahirkan, menyusui, mendidik anak, sekolah, dan mendampingi anak-anaknya adalah naluriah. Banyak hal yang dilakukan sesuai adat kebiasan pada umumnya. Banyak keputusan yang diambil dengan pemikiran sederhana, spontan dan naluri orang tua yang kuat.
Tapi bagi saya, tidak demikian. Saya yang tidak pernah percaya diri dalam mengambil keputusan, perlu browsing berpuluh-puluh website hanya demi mendapat ide menghabiskan akhir pekan bersama anak-anak. Saya akan berpikir berhari-hari ketika melihat nafsu makan anak-anak turun. Saya tidak akan bisa tidur bermalam-malam sebelumnya ketika akan melewati proses menyapih. Dan itupun belum tentu keputusan yang saya ambil adalah keputusan yang benar. Saya masih akan menyesal dan berpikir berhari-hari setelahnya bahwa mungkin kemarin saya sebaiknya maen ke tempat "A" agar anak-anak lebih bahagia.

Memang menjadi orang tua itu tidak ada sekolah formalnya. Bahkan ilmu menjadi orang tua tidak ada yang absolute kebenarannya. Semua keputusan yang diambil oleh setiap orang tua, pasti memiliki landasan "demi kebaikan semua buah hatinya". Dan setiap pola asuh akan memiliki cerita dan jalan yang berbeda-beda. Semua bergantung pada kenyamanan hubungan orang tua-anak. Dan semua tidak akan pernah sama, seperti layaknya sifat manusia yang selalu berbeda. Itulah keunikannya.

Namun begitu, menjadi orang tua bukan berarti tidak perlu belajar. Menjadi orang tua bukan berarti bijaksana secara instan. Menjadi orang tua bukan berarti segalanya menjadi benar. Menjadi orang tua bukan berarti selalu menjadi hebat disaat bersamaan. Semua memerlukan proses, pembelajaran, trial and error, dan adaptasi.  Justru menjadi orang tua berarti belajar seumur hidup, karena seiring perkembangan waktu semua tidak akan pernah sama. Anak-anak tumbuh, lingkungan berkembang, teknologi semakin canggih, dan dunia tidak akan pernah berhenti di satu titik. Begitupun pengetahuan tentang menjadi orang tua tidak akan pernah sama dari waktu ke waktu. Anak yang berkembang normal dan bagus, juga akan memiliki perkembangan psikologis. Menghadapi anak yang psikologisnya terus berkembang, orang tua tidak bisa berdiam dengan hanya satu tindakan, atau menyerah kalah dengan tameng jawaban "jaman anak kita beda" atau "anak sekarang lebih pintar dari orang tuanya" atau bahkan sampai terucap "anak yang bandel".
Disaat tercetus di otak jawaban-jawaban itu, mungkin itulah red alert bahwa kita, sebagai orang tua sudah saatnya "up grade" ilmu. Tidak ada alasan yang tidak masuk akal dibalik tingkah "bandel" atau sifat yang "susah" setiap anak-anak.

Dan tulisan inilah yang kelak akan terus saya baca, ketika saya sudah mulai jumawa dengan semua ilmu dari bacaan yang saya peroleh. Ilmu itu belum seberapa. Ilmu dan pengetahuan itu akan terus berkembang. Jumawa dan berpuas diri, berarti saya tidak melangkah maju, tapi hanya berhenti disatu titik. Seperti quote cantik yang pernah saya dengar, "when you think you know everything, you know nothing" (hitam-putih).